Jumat, 26 Agustus 2011

Materi STATISTIK

BAB I
TEKNIK SAMPLING

Pendahuluan
Statistik terbagi atas dua fase yaitu deskriptif dan induktif. Fase deskriptif dikerjakan untuk melakukan fase induktif yang menyimpulkan tentang karakteristik populasi, yang diperoleh dari data sampel yang diambil dari populasi yang bersangkutan. Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung maupun pengukuran, kuantitatif atau kualitatif, dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas.
Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu.
Untuk mendapat kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan harus dapat ditempuh dengan cara yang benar, termasuk cara pengambilan sampel atau sampling.
Sampel yang diambil ialah sampel acak dan dari sampel tersebut nilai-nilai statistiknya dihitung untuk digunakan seperlunya. Untuk itu diperlukan sebuah teori yang dikenal dengna nama distribusi sampling. Distribusi sampling diberi nama sesuai dengan nama statistik yang digunakan. Misalnya distribusi rata-rata, distribusi proporsi, distribusi simpangan baku dll.
Dalam materi ini akan dibahas sampling sederhana dan distribusi sampling satu persatu.
I. Alasan Sampling
Uuntuk melakukan nalaisis statistik, diperlukan data yang dapat diperoleh dengan sensus atau sampling. Sensus terjadi jika setiap anggota dalam populasi dikenai penelitian. Sampling adalah pengambilan sampel dari populasi dan datanya dikumpulkan. Alasan sensus tidak dilaksanakan.
a) Ukuran populasi
Populasi ada 2 yaitu populasi tak hingga dan populasi terhingga. Dalam hal populasi tak hingga yang berisikan tak terhingga obyek dan hanya bersifat konseptual sukar untuk melakukan sensus. Pada populasi terhingga belum tentu sensus dapat dilaksanakan. Misalnya saja ada 10 milyar karakteristik, sehingga tidak akan efektif jika menggunakan sensus. Dengan demikian teori sampling dan analisis lebih efektif digunakan.
b) Biaya
Semakin banyak obyek yang diteliti maka semakin banyak pula biaya yang diperlukan. Padahal biaya yang dibutuhkan tidak hanya untuk pengumpulan data. Tetapi juga untuk analisis, diskusi perhitungan, gaji ahli dan konsultasi. Jadi, jika hanya tersedia biaya terbatas, metode samplinglah yang paling cocok digunakan.
c) Waktu
Sensus memerlukan waktu yang lebih lama bila dibanding dengan sampling. Dengan demikian sampling dapat memberikan data lebih cepat dan dapat dilakukan dalam tempo yang singkat.
d) Percobaan yang sifatnya merusak
Jika penelitian terhadap obyek yang sifatnya merusak, tidak mungkin sensus dilakukan. Jelas samplinglah yang harus dilakukan.
e) Ketelitian
Data yang diperoleh harus benar dan teliti baik dalam pengumpulan, pencatatan, dan analisisnya. Semakin banyak obyek yang diteliti, makin kurang ketelitian yang dihasilkan, kesalahan akan lebih besar terjadi. Ketika mencatat hasil sensus dari pada sampling.
f) Faktor ekonomi
Diartikan apakah kegunaan dari hasil penelitian seimbang dengan biaya, waktu dan tenaga yang telah dikeluarkan/tidak. Fakultas ekonomi sering dilupakan kiranya perlu mendapat perhatian sewajarnya.

II. Rancangan Sampling
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
a) Merumuskan persoalan yang ingin diketahui.
b) Mengenai batas populasi mengenai persoalan yang ingin diketahui dengan jelas.
c) Mendefinikan dengan jelas dan tepat segala unit dan istilah yang diperlukan.
d) Menentukan unit sampling yang diperlukan.
e) Menentukan dan merumuskan cara pengukuran dan penilaian yang akan dilaksanakan.
f) Jika ada, mengumpulkan segala keterangna tentang hal yang ingin diteliti yang pernah dilakukan masa lampau. Misalnya presentasi, rata-rata dan ukuran sainnya.
g) Menetukan ukuran sampel, yakni berapa unit sampling yang harus diambil dari populasi.
h) Menentukan cara samplingnya yang akan ditempuh agar sampel yang diperoleh representatif.
i) Menentukan cara pengumpulan data yang akan dilakukan, misalnya wawancara, daftar isian atau meneliti langsung dsb.
j) Menentukan metode analisis yang akan digunakan.
k) Menyediakan biaya dan meminta bantuan ahli, baik berupa pembantu tetap atau konsultan.

III. Beberapa Cara Sampling
a) Sampling dengan pengembalian
Yaitu apabila anggota yang telah diambil dikembalikan lagi, sehingga masih ada kesempatan untuk diambil kembali pada pengambilan berikutnya.
Secara umum: jika populasi berukuran N diambil sampel berukuran n dengan pengembalian, maka
Contoh:
Misalkan suatu populasi berukuran N = 3 dengan anggota A, B, C dan sampel yang diambil berukuran n = 2, termasuk sampel beranggotakan sama. Diperoleh:
Sampel 1 = AA Sampel 6 = BC
Sampel 2 = AB Sampel 7 = CA
Sampel 3 = AC Sampel 8 = CB
Sampel 4 = BA Sampel 9 = CC
Sampel 5 = BB
Semuanya ada 32 = 9 buah sampel

Semuanya ada Nn buah sampel yang mungkin diambil.
Karena anggota yang telah diambil dikembalikan kemudian disatukan dengan anggota lainnya dalam populasi, maka populasi terhingga yang dikenai sampling dengan pengembalian dianggap populasi tak hingga, karena pengambilan sampel berapapun banyaknya tidak menghabiskan populasi.

b) Sampling tanpa pengembalian
Anggota yang telah diambil, tidak dikembalikan dalam populasi lagi sehingga setiap anggota hanya bisa diambil satu kali. Secara umum, banyaknya sampel berukuran n yang dapat diambil dari sebuah populasi berukuran N adalah:


Beberapa cara sampling
a) Sampling seadanya
Pengambilan sebagian dari populasi berdasarkan seadanya data atau kemudahannya mendapatkan data tanpa perhitungan ataupun mengenai drajat kerepresentatifannya. Cara ini digunakan dalam bidang sosial.
Contoh:
- Mengumpulkan pendapat (opini masyarakat dan orang-orang untuk keperluan ramalan tentang partai mana yang akan menang dalam pemilu.

b) Sampling purposif
Dinekal sebagai sampling pertimbangan, terjadi apabila pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan atau peneliti. Sampling kuota, apabila petugas yang diminta untuk mengumpulkan data tentang sesuatu yang telah diperinci terlebih dahulu.
Contoh:
Sampling perimbangan:
Penelitian hanya mendapat kembali 30% dari kuesener yang dikirimkan. Berdasarkan perimbangan tertentu, 30 % dianggap sebagai sampel representatif dan yang tidak menggembalikan dinilai karakteristik yang sama daya yang diteliti.
Sampling kuota:
Misalkan perlu keterangan mengenai 40 orang yang tinggal di daerah tertentu, dalam kategori umur tertentu, dan yang pendapatannya termasuk kelas tertentu. Dalam pemilihan orangnya, si petugas menentukan atas pertimbangan sendiri.
Kedua sampling di atas, disebut sampling non peluang karena peluang tidak diikutsertakan.

c) Sampling peluang
Yaitu sebuah sampel yang anggota-anggotanya diambil dari populasi berdasarkan peluang yang diketahui. Jika tiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk diambil menjadi anggota sampel, maka sampel yang didapat dinamakan sampel acak, sampel acak biasanya diutamakan dalam penelitian dari pada macam sampel lainnya karena dengan sampel acak peneliti mempunyai cara obyektif untuk menilai presisi hasilnya dan menghitung besarnya variasi sampling/kekeliruan sampling, yaitu perbedaan antara statistik sampel dan parameter populasi dari mana sampel itu diambil secara acak, dilakukan dengan prosedur yang sama dengan sensus (dilakukan).
Contoh:
Hasil proses, misalnya tablet yang dhihasilkan dengan sebuah mesin, dianggap sebagai anggota hasil sampling acak dari sebuah populasi yang terdiri atas semua hasil yang mungkin diprodusir jika proses itu berlangsung terus menerus dibawah kondisi yang sama. Jika terjadi perusahaan yang memengaruhi proses, maka hasil proses baru merupakan sebuah sampel acak dari populasi baru yang terjadi karena pengaruh perubahan tersebut.
Jika populasi terhingga dan sampling dilakukan tanpa pengembalian, maka sebuah sampel dikatakan acak apabila tiap anggota dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dimasukan ke dalam sampel. Jelas, bahwa peluang tiap anggota untuk diambil menjadi anggota sampel tidaklah sama karena bergantung pada banyak anggota pada tiap tingkatan sampling.
Jika kita menghendaki, sampel acak tetapi ada beberapa anggota populasi mempunyai kesempatan yang lebih untuk diambil menjadi anggota sampel dari pada anggota sampel lainnya, maka yang diperoleh adalah sampel bias.

IV. Beberapa Macam Sampling untuk mendapatkan Sampel Representatif
Sampel Representatif
1) Sampling petala
Jika populasi heterogen, akan lebih baik dibuat menjadi beberapa strata/petala. Pembuatan petala ditentukan berdasarkan karakteristik tertentu sedemikian sehinga petala menjadi homogen. Dari setiap petala diambil secara acak anggota yang diperlukan. Gabungan anggota petala yang didapatkan membentuk sebuah sampel peta.
Sampling petala biasanya diperbaiki lagi dengan menggunakan cara proporsional, dengan maksud banyak anggota dari setiap petala yang diambil sebanding dengan ukuran tiap petala. Cara ini dinamakan cara sampling acak proporsional dan sampelnya dinamakan sampel acak proporsional.
Contoh:
Diperlukan sampel berukuran 200 ttg mahasiswa laki-laki jurusan matematika. Seluruhnya ada 3 prodi dengan banyak mahasiswa : 800 mahasiswa pendidikan matematika, 600 mahasiswa matematika dan 500 mahasiswa statistika.
Kita punya 3 peta dengan perbandingan
PM:M:S = 800:600:500. jumlahmnya 1900
Maka dari petala PM diambil
M diambil
S diambil
Perlu diambil 84 mahasiswa pendidikan matematika dari 800. Caranya dilakukan seperti mengambil sampel acak yang diuraikan dalam bagian III. Demikian pula untuk mengambil 60 matematika dan 53 matematika.

2) Sampling klaster
Populasi dibagi menjadi beberapa kelompok 1 klaster.
Contoh:
Untuk meneliti pendapatan keluarga di suatu daerah, sampling klaster dapat dilakukan. Umpamakan daerah itu terdiri atas kabupaten, kecamatan, desa dan Rt. Untuk mendapatkan sampel klaster mula-mula secara acak diambil sampel yang terdiri dari kabupeten, dari tiap kabupaten, dalam sampel diambil secara acak sampel kecamatam  desa  Rt  keluarga. Keluarga yang didalam sampel milah setelah digabung menjadi anggota sampel klaster.

3) Sampling sistematik
Anggota sampel diambil dari populasi pada jarak interval waktu, ruang / urutan yang uniform. Jika populasi berukuran N dan sampel beranggotakan n, maka jarak interval besarnya (N/n). dengan demikian didapat n buah interval dan dari tiap interval diambil sebuah anggota. Pengambilan anggota yang ada di dalam interval pertama dilakukan secara acak. Anggota selanjutnya diambil pada jarak setiap (N/n).
Contoh:
Para pelanggan telepon nama-namanya sudah dibukukan dalam buku telepon. Untuk mengambil sampel tentang para langganan, secara sistematik dapat diambil dari daftar nama di dalam buku itu.

4) Sampling ganda
Penelitian dimulai dengan menggunakan sampel yang ukurannya relatif kecil. Jika hasilnya telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan maka sampling berhenti dan kesimpulan dibuat. Jika tidak, sampel yang kedua diambil dan digabungkan dengan yang pertama. Kesimpulan dibuat berdasarkan sampel gabungan ini.
Sampling ganda biasanya digunakan dalam statistika industri untuk pengontrolan kualitas.
Contoh: pengiriman barang.

5) Sampling multiple
Merupakan perluasan dari sampling ganda. Pengambilan dan sampel lebih dari dua kali dan tiap kali digabungkan menjadi kesimpulan, kemudian dianalisis.

6) Sampling sekuensial
Sampling ini sebenarnya juga sampling multipel. Perbedaannya dalam sampling sekuensial tiap anggota sampel diambil satu demi satu dan tiap kali selesai mengambil anggota, dilakukan analisis dan diadakan kesimpulan.

V. Kekekiruan sampling dan non sampling
a) Kekeliruan non sampling
Terjadi dalam setiap penelitian, baik berdasarkan sampling atau berdasarkan sensus.
Penyebabnya antara lain:
- Populasi tidka didefinisikan sebagaimana mestinya.
- Populasi menyimpang dari populasi yang seharusnya dipelajari
- Kuesoner tidak dirumuskan sebagaimana mestinya.
- Istilah-istilah didefinisikan secara tidak tepat atau telah digunakan tidak konsisten
- Para responden tidak memberi jawaban yang akurat, menolak untuk menjawab, atau tidak ada di tempat ketika petugas datang untuk melakukan wawancara.
- Kekeliruan pada waktu mencatat data, melakukan tabulasi dan melakukan perhitungan.

b) Kekeliruan sampling
Disebabkan oleh kenyataan adanya pemeriksaan yang tidak lengkap tentang populasi dan penelitian hanya dilakukan berdasarkan sampel. Cara yang ditempuh untuk mengurangi kekeliruan sampling adalah mengambil kekeliruan sampling adalah mengambil sampel berdasarkan sampling acak dan memperbesar ukuran sampel.

VI. DISTRIBUSI RATA-RATA
Misalkan dipunyai populasi berukuran N, dengan parameter rata-rata dan simpangan baku . Dari poulasi ini diambil sampel acak berukuran n. Jika sampling dilakukan tanpa pengembalian, berarti ada buah sample yang berlainan. Semua sample yang didapat, dihitung rata-ratanya. Dengan demikian diperoleh buah rata-rata. Dari kumpulan rata-rata dapat dihitung rata-rata dari rata-rata dengan simbol (baca: mu indeks eks garis) dan simpangan baku dari rata-rata dengan simbol (baca: sigma indeks eks garis).
Contoh :
Diberikan sebuah sample berukuran 8 yang datanya 15, 20, 15, 25, 20, 25, 15, 15. Diambil sampel berukuran 2. Tentukan nilai rata-rata dari rata-rata dan simpangan baku dari rata-rata.
Penyelesaian:
Diketahui: N = 8 dan n = 2
Diperoleh sampel :
sampel Rata-rata sampel Rata-rata sampel Rata-rata sampel Rata-rata
(15,20) 17,5 (20,15) 17,5 (15,20) 17,5 (25,15) 20
(15,15) 15 (20,25) 22,5 (15,25) 20 (20,25) 22,5
(15,25) 20 (20,20) 20 (15,15) 15 (20,15) 17,5
(15,20) 17,5 (20,25) 22,5 (15,15) 15 (20,15) 17,5
(15,25) 20 (20,15) 17,5 (25,20) 22,5 (25,15) 20
(15,15) 15 (20,15) 17,5 (25,25) 25 (25,15) 20
(15,15) 15 (15,25) 20 (25,15) 20 (15,15) 15

Jumlah rata-rata = 525
a)
b)



Kesimpulan:
Jika sampel acak nerukuran n diambil drai populasi berukuran N dengan rata-rata dan simpangan baku maka distribusi rata-rata mempunyai rata-rata dan simpangan baku seperti rumus I jika dan seperti rumus II jika .
dinamakan kekeliruan standar rata-rata atau kekeliruan baku rata-rata.
mengukur distribuei normal dengan rata-rata dan simpangan baku.
Dalil Limit Pusat:
“Jika sebuah populasi mempunyai rata-rata dan simpangan baku yang besarnya terhingga maka untuk ukuran sampel acak n cukup besar distribusi rata-rata sampel mendekati distribusi normal dengan rata-rata dan simpangan baku ”.
Dalil diatas berlaku untuk sebarang bentuk populasi asalkan simpangan bakunya besarnya terhingga. Jika rata-rata variansnya terhingga mak rata-rata sampel akan mendekati distribusi normal. Pendekatan akan lebih baik jika ukuran sampel n makin besar. Distribusi normal yang didapat dari distribusi rata-rata perlu distandarkan agar daftar distribusi normal dapat digunakan. Untuk itu digunakan transformasi:


Contoh:
Tinggi badan mahasiswa rata-rata adalah 165 cm, simpangan bakunya 8,4 cm. Diambil sampel acak sebanyak 45 mahasiswa. Tentukan peluang tinggi rata-rata mahasiswa tersebut :
a) antara 160 dan 168 cm.
b) paling sedikit 166 cm.
Penyelesaian:
Diketahui n = 45, dan

a)

Luas Kurva = 0,5 + 0,4918 = 0,9918.
Peluang = 0,9918.
b)
Luas kurva = 0,5 - 0,2881 = 0,2119.
Peluang = 0,2119.

Apabila dari populasi diketahui variansnya dan perbedaan antara rata-rata dari sampel ke sampel diharapka tidak lebih dari harga d yang ditentukan dan berlaku hubungan


Contoh:
Lihat contoh soal diatas. Misalkan harga dari sampel yang satu dengan sampel yang lain diharapkan tidak melebihi 1 cm maka

Jadi paling sedikit perlu diambil sampel 71 mahasiswa.

VII. DISTRIBUSI PROPORSI
Jika terdapat populasi berukuran N yang didalamnya didapat peristiwa A sebanyak Y diantara N. Maka, perameter proporsi peristiwa A :
bila diambil sampel acak berukuran n, maka didapat harga statistic proporsi. Sampel X1 →
Populasi Sampel X2 →
Sampel X3 →
Selanjutnya adakan didapat kumpulan harga statistic proporsi, termasuk rata-rata (mean) harga statistic proporsi dan simpangan baku .
Untuk > 5 %


untuk 5 %


dinamakan kekeliruan baku proporsi atau galat baku proporsi.Untuk ukuran sampel n cukup besar (n≥30), distribusi proporsi mendekati distribusi normal karena populasinya terdistribusi secara normal. Sedangkan untuk populasi berhingga dimana samplingnya adalah sampling tanpa pengembalian, maka :


untuk perhitungan dapat digunakan transformasi daftar distribusi normal baku :
Jika perbedaan proporsi sampel tidak lebih dari harga d yang ditentukan n, maka berlaku ≤ d
Rumus tersebut belaku jika diketahui. Jika tidak dapat ditempuh cara konservatif dengan mengambil harga kekeliruan baku atau galat baku yang terbesar,yakni .
Contoh soal:
1. Telah diketahui 2% dari perkakas yang diproduksi oleh sebuah mesin tertentu merupakan perkakas yang cacat. Berapakah peluang dalam pengapalan 400 perkakas ini akan terdapat:
a. 3% atau lebih, dan
b. 2% atau kurang perkakas yang terbukti cacat?
Pembahasan
Populasi yang dihadapi cukup besar dengan = 2% =0,02 dan (1- =0,98.
a. Untuk ukuran sampel n = 400, =3% = 0,03.
Kekeliruan bakunya adalah:

= 0,007.
Bilangan Z paling sedikit =
Dari daftra normal baku, luasnya = 0,5 – 0,4236 = 0,0764
Peluang dalam sampel itu akan ada 3% atau lebih perkakas yang terbukti cacat adalah 0,0764.
b. n = 400, =2% = 0,02
.Kekeliruan bakunya adalah:

= 0,007.
Bilangan Z paling sedikit =
Dari daftar normal baku, luasnya = 0,5000 – 0 = 0,5000.
Peluang dalam sampel itu akan terdapat 2% atau lebih kurang perkakas yang terbukti cacat adalah 0,5000.

VIII. DISTRIBUSI SIMPANGAN BAKU
Untuk n besar (n≥100), distribusi simpangan bakunya sangat mendekati distribusi normal dengan

dengan
transportasi yang diperlukan untuk membuat distribusi menjadi normal baku

Contoh soal:
1. Varians sebuah populasi yang berdistribusi normal 9. diambil sampel berukuran 200.tentukan peluang sampel tersebut akan mempunyai simpangan baku lebih dari 3,15.
Pembahasan.
Varians , maka
Ukuran sampel cukup besar, maka distribusi simpangan baku mendekati distribusi normal dengan rata-rata dan simpangan bakunya =
Bilangan Z untuk s = 3,15 adalah

dari daftar normal baku, luasnya = 0,5-0,3413 = 0,1587.
Peluang dalam sampel tersebut akan mempunyai simpangan baku lebih dari 3,15 adalah 0,1587.

IX. DISTRIBUSI MEDIAN
Distribusi Me akan medekati distribusi normal dengan rata-rata dan simpangan baku .
=

Contoh soal:
1. Dari 30 angka diketahui bahwa 7 di antaranya adalah 5 angka “ di antaranya adalah 9 angka, 6 di antaranya 8 angka, dan sisanya adalah angka 6. Carilah (a). Mean dari distribusi sampling median, dan (b) Deviasi standar dar distribusi samling median?
Penyelesaian :
a.
=
=
b.
=
=
=
= 81,86


=

X. DISTRIBUSI SAMPLING DARI SELISIH DAN JUMLAH RATA-RATA
Misalkan diberikan dua populasi. Untuk setiap sampel dengan ukuran N1 yang diambil dari populasi pertama yang mean dan simpangan bakunya masing-masing dinyatakan sebagai dan .
Dasi semua kombinasi yang mungkin dari sampel-sampel yang diambil dari kedua populasi tersebut, kita dapat memperoleh :
1. Distribusi Selisih Rata-Rata
Untuk membedakan, populasi kesatu dimisalkan variable X dan populasi kedua mempunyai variebl Y.
Didapat kumpulan selisih rata-rata yang bentuk umunya dengan i = 1,2,….,k
j = 1,2,….r
mean serta simpangan baku dari distribusi sampling ini, yang masing-masing dinyatakan sebagai dan , dirrumuskan oleh persamaan:
= dan
kita juga dalam mengambil selisih rata-rata maka berlaku


untuk membuat distribusi normal ini menjadi distribusi normal baku gunakan transformasi.


2. Distribusi Jumlah Rata-Rata
Dimisalkan populasi kesatu mempunyai variable X dan populasi kedua mempunyai variabel Y. maka didapat kumpulan jumlah rata-rata yang bentuk umumnya
dengan i = 1,2,….,k
j = 1,2,….r
sehingga berlaku = dan
untuk membuat distribusi normal ini menjadi distribusi normal baku gunakan transformasi.

Contoh soal:
1. Rata-rata tinggi mahasiswa laki-laki 170 cm dan simpangan bakunya 5,2 cm. sedangkan untuk mahasiswa perempuan parameternya tersebut berturut-turut 158 cm dan 4,3 cm. dari kedua kelompok mahasiswa itu, masing-masing diambil sebuag sampel acak secara independent, berukuran sama yaitu 120 cm orang. Berapa peluang rata-rata tinggi mahasiswa laki-laki paling sedikit 10 cm lebihnya dari rata-rata tinggi mahasiswa perempuan:
Jawaban
Diketahui : = rata-rata tinggi mahasiswa laki-laki = 170 cm.
= rata-rata tinggi mahasiwa perempuan -= 158cm.
=

N1 = N2 = 120 cm.
Ditanya : peluang paling sedikit 10 cm.
Jawab.

= 170 cm – 158 cm
= 12 cm..

=
=
= =0,6159 cm.
=

















-3,25 0

Luas daerah yang diperlukan adalah 0,5 + 0,4994 = 0,9994.
Jadi peluang yang dicari adalah 0,9994.


XI. DISTRIBUSI SELISIH PROPORSI
Misalkan ada populasi yang masing-masing berdistrinusi ginom dan yang berukuran besar. Di dalam ppulasi tersebut terdapat persitiwa A dengan untuk populasi kesatu dan untuk populasi kedua. Dari populasi-populasi tersebut diambil sampel-sampel acak berukuran N1 untuk populasi kesatu dan N2 untuk populasi kedua. Untuk peristiwa didapatkan kumpulan proporsi :
, i = 1,2……k dan , j =1,2,……r
= adanya peristiwa A dalam sampel yang diambil dari populasi kesatu.
= adanya peristiwa A dalam sampel yang diambil dari populasi kedua.
Sehingga selisih proporsi:
-
sehingga berlaku ,
= selisih proporsi rata-rata.
= simpangan baku selisih proporsi
untuk ukuran sampel yang cukup besar (N1≥30 dan N2≥30), maka distribusi selisih proporsi ini akan mendekati distribusi normal dengan parameter yang tertera dala rumus.
Supaya distribusi normal ini menjadi distribusi normal baku maka diperlukan transformsi:
Contoh soal:
1. Dari sebuah populasi yang berisikan 30% kategori A diambil dua buah sampel acak berukuran sama besar. Diketahui bahwa galat baku dan selisih proposi kedua sampel tidak mau dikehendakilebih dari 0,04. tentukan ukuran sampel terkecil yang harus diambil.
Jawaban
Diketahui : 30% = 0,03.
N1 = N2

Ditanya : N1 terkecil yang diambil.
Jawab :






N12 ≥ 16,2
N1≥ 4,02
N1 ≥ 4 (dibulatkan).
Jadi N1 atau sampel terkecil yang diambil adalah 4

XII. DISTRIBUSI SAMPLING LAINNYA
Misalkan kita punya sebuah populasi yang berdistribusi normal atau hampir normal dengan rata-rata dan simpangan bakunya . Dari populasi tersebut diambil acak berukuran N lalu dihitung rata-rata dan simpangan baku s.
Dengan ini didapat tiga hal berikut:
a) Statistik t

untuk kemudian berdistribusi student dengan derajat kebebasan v = N-1. Fungsi densitasnya
dengan n = v+1; dimana v adalah derajat kebebasan.
K= merupakan bilangan tetap yang besarnya bergantung pada N sedemikian sehingga luas daerah dibawah kurva sama dengan satu unit.
Contoh soal:
1.





-t 0 t
Untuk N = 14, tentukan t supaya luas yang diarsir = 0,95. Tentukan batas daerah yang diarsir!
Jawab :
Diketahui : n = 15
Luas daerah yang diarsiran = 0,95
Ditanya : batas-batas daerah yang diarsir ( -t dan t )
Jawab :
Luas ujung kiri dan ujung kanan (yang tidak terasir) = 1-0,95
= 0,05
Kedua ujung ini sama besar, jadi ujung kanan = 0,05 : 2 = 0,025
Luas daerah t ke kanan = 0,025
Karena dalam table tidak ada , maka dicari luas t ke kiri
Luas t ke kiri = 1 – luas t ke kanan
= 1-0,025
= 0,975
maka harga p = 0,075
n = 15 → v = n -1
= 15-1
= 14
dengan melihat table, dengan v = 14 kita maju ke kanan dan dari p = 0,975 kita menurun, sehingga didapat t = 2,14
jadi batas daerah arsiran adalah antara t = -2,14 dan t = 2,14

a) Statistik X2

dimana
dengan Xi ; 1,2,…..N. Merupakan data dalam sampel,dan akan berdistribusi chi-kuadrat dengan derajat kebebasan v = N-1.
Persamaan distribusi chi-kuadrat adalah :

dengan X2 > 0
v = derajat kebebasan
K = bilangan tetap yang tergantung pada v. sedemikian sehingga luas daerah dibawah kurva sama dengan satu satuan luas.
e = 2,7183.



Misalkan disajikan dengan gambar:







Xp2
Luas daerah yang diarsir sama dengan peluang P yaitu luas dari Xp ke sebelah kiri.
Contoh soal:
1. Carilah nilai-nilai kritis X2 dimana luas area di arsir disisi atau ekor kanan kurva distribusi X2 sama dengan 0,05. Jika jumlah derajat kebebasan, V sama dengan
a) 15
b) 21
c) 50
Jawab:
Dengan menggunakan lampiran IX. Kita temukan pada kolom bertanda
a. Nilai-nilai kritis X2¬ adalah 25,0
b. Nilai-nilai kritis X2¬ adalah 32,7
c. Nilai-nilai kritis X2¬ adalah 67,5

b) Statistik F
Misalkan terdapat dua buah populasi, masing-masing berdistribusi normal dengan simpangan baku . Dari tiap populasi, secara independent ebuah sampel acak diambil, masing-masing berukuran N1 dari populasi kesatu dan N2 dari sampelkedua.
Dari sampel kesatu, dihitung sampingan baku sampel s1. dan pada sampel kedua,dihitung simpangan baku sampel s2.
Maka statistic F yang ditentukan oleh:

statistik F ini berdistribusi F dengan dk pembilang v1 = N1- 1 dan dk penyebut v2 = N2 -1.
Fungsi densitasnya mempunyai persamaan:

dengan
F > 0
K = bilangan tetap yang harganya bergantung pada v1 dan v2 sedemikian sehingga luas dibawah kurva sama dengan satu.
V1 = dk pembagi
V2 = dk penyebut.
Perhitungan distribusi F dapat ditentukan dalam lampiran. Daftar tersebut berisikan nilai-nilai F untuk peluang 0,01 dan 0,05 dengan derajat kebebasan v1 dan v2. Peluang ini sama dengan luas daerah ujung kanan yang diarsir, sedangkan dk = v1 ada pada baris paling atas dan dk = v2 pada kolom paling kiri.
Untuk tiap dk =v2 daftar terdiri atas dua baris, yang atas untuk peluang P = 0,05 dan yang bawah untuk peluang P = 0,01
Meskipun daftar yang diberikan hanya untuk peluang P = 0,01 dan P = 0,05, tetapi sebenarnya masih bisa didapat nilai-nilai F dengan peluang 0,99 dan 0,95 untuk ini digunakan hubungan :

contoh : telah didapat F0,05(24,8) = 3,12
maka F0,95(8,24) = 0,321
Contoh soal:
1. Untuk pasangan derajat kebebasan V1 = 30 dan V2 = 7. tentukan nilai F untuk P = 0,05 dan P = 0,01
Jawab :
Diketahui : V1 = 30 V2 = 7
P = 0.05
P = 0,01
Ditanya: F pada P = 0,05
F pada P = 0,01
Jawab
Melalui tabel F pada P = 0,05 dengan V =7 maju kekanan dan darui V1¬ = 30 kemudian menurun, sehingga didapat :








Latihan Soal

1. Sebuah hasil pemilihan memperlihatkan bahwa seorang kandidat memperoleh 42 % suara. Tentukan peluynag bahwa dari suatu jaka pendapat terhadap 200 orang yang dipilih secara acak dari populasi pemilih akan menunjukan suara mayoritas memilih kandidat ini.
2. Simpangan baku berat badan dari sebuah populasi mahasiswa yang sangat besar adalah 10,0 pound. Sampel-sampel yang masing-masing beranggotakan 200 orang mahasiswa diambil dari populasi ini, dan simpangan baku berat badan dari masing-masing sampelnya dihitung.
Carilah :
a. Mean
b. Simpangan baku dari distribusi sampling deviasi standar
3. Data berat badan 40 orang Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri sebagai berikut
Berat Badan Frekuensi
37-39
40-42
43-45
46-48
49-51
52-54
55-57
58-60
61-63 3
5
4
11
6
3
4
2
2
Carilah :
a). Mean populasi
b). Deviasi standar populasi
c). Mean distribusi sampling median
d). Deviasi standar dari distribusi sampling median
4. Macam lampu A menyala rata-rata menyala 1400 jam dan macam lampu B rata-rata menyala 1300 jam. Simpangan bakunya masing-masing 160 jam dan 125 jam. Dari tiap populasi d iambi sebuah sampel acak berukuran 85 dari lampu A dan 100 dari lampu B. Tentukan peluang rata-rata menyala lampu dalam sampel dari A paling sedikit 50 jam lebihnya dari rata-rata menyala lampu dalam sampel dari B.
5.







X1² X2²
Grafik disrtibusi chi kuadrat dengan S derajat kebebasan di tunjukan oleh gambar di atas.
Carilah nilai-nilai kritis x2 dimana
a). luas area yang diarsir di sisi sebelah kanan adalah 0,05
b). luas total area yang di arsir adalah 0,05
c). luas area yang di arsir di sisi sebelah kiri adalah 0,10
d). luas area yang di arsir di sisi sebelah kanan adalah 0,01
6. Ada petunjuk kuat bahwa calon A akan mendapat 50 % dalam pemilihan dua buah sampel acak secara independen telah di ambil masing-masing terdiri atas 200 orang. Tentukan peluangnya akan terjadi perbedaan persentase tidak lebih dari 7 % yang akan memilih A!


Jawaban Latihan Soal

1. Diketahui: Π = 42% ; (1- Π)
n = 200
= =0,0348
Dari 200 suara, 101 suara atau lebih mengidikasikan kondisi mayoritas. Tetapi sebagai sebuah variabel kontinu maka nilai ini adalah 100,5 sehingga proprosinya adalah
0,5025 dalam satuan standar adalah =
Dari daftar normal baku, luasnya =
Peluang bahwa jajak pendapat terhadap 200 orang yang dipilih secara acak dari populasi pemilih akan menunjukan suara mayoritas memilih sang kandidat tersebut adalah 0,1112.

2. Diketahui :
Ditanyakan : a).
b).
jawab:
kita dapat menganggap bahwa samplingnya merupakan sampling dari populasi tak terhingga atau sampling dengan pengembalian dari populasi berhingga.
a). = = 10,0 pound
b).





3. Penyelesaian :

Berat Badan Tanda Kelas (x) f fX
37-39
40-42
43-45
46-48
49-51
52-54
55-57
58-60
61-63 38
41
44
47
50
53
56
59
62 3
5
4
11
6
3
4
2
2 114
205
176
517
300
159
224
118
124




a). Mean populasi
=
= 48,425
b). =
=

=

=

=



c). Karena maka

= 48,425
d).
=


4. Diketahui : = 1400 jam
= 1300 jam
= 160 jam
= 125 jam
N1 = 85
N2 = 100
Ditanya: peluang rata-rata menyala lampu dalam sample dari empat paling sedikit akan 50 jam lebihnya dari rata-rata menyala lampu dari sampel B.
Jawab :
=
= 1400-1300
= 100
=
=
=
=
=
= 21,39



=
= -2,34 → pada tabel = 0,0258
-2,34 0
Pelang lampu sampel A menyala 50 jam lebih lama dari lampu sampel B
= 0,5 + 0,0258
= 0,5258

5. Diketahui : dk = 5









Ditanya : Nilai-nilai kritis x2 jika
a. luas daerah arsiran sebelah kanan 0,05
b. luas total daerah arsiran 0,05
c. luas daerah arsiran sebelah kiri 0,10
d. luas daerah yang diarsir sebelah kanan 0,01
Jawab :
a) Jika luas daerah yang diarsir disisi sebelah kanan adalah 0,05 maka luas area dikiri adalah ( 1-0,05) = 0,95 dan mereprsentasikan persentil ke-95 . Dengan mengacu lampiran, bergerak turun pada kolom bertanda V hingga mecapai angka 5. Selanjutnya bergerak kekanan ke kolom bertanda . Hasil yang akan diperoleh adalah 11,1 yang merupakan nilai kritis X2 yang dinyatakan.
b) Karenanya distribusinya tidak simetri, terdapat banyak nilai kritis dimana luas total yang diarsir adalah 0,05. sebagai contoh, luas area yang diarsir pada sisi sebelah kanan dapat berharga 0,04 sementara luar area yang diarsir sebelah kiri adalah 0,01. Namun, kecuali dinyatakan secara khusus, biasanya diambil ketentuan bahwa luas dari kedua area sama. Dengan demikian dalam kasus ini luas daerah dari kedua area yang diarsir adalah 0,025.
Jika luas area yang diarsir disisi sebelah kanan adalah 0,025 maka luas area di kiri adalah (1-0,025) = 0,975 dan mempresentasikan persentil ke-97,5 : , dimana dilampiran sama dengan 12,8. Dengan cara yang sama, jika luas area yang diarsir pada sisi sebelah kiri adalah 0,025 maka luas area dikiri adalah 0,025 dan merepresentasikan presentil ke-2,5 : , yang sama dengan 0,81. Jadi nilai-nilai kritisnya adalah 0,831 dan 12,8.
c) Jika luas area yang diarsir disebelah kiri 0,10 maka mempresentasikan persentil ke-10 : yang sama dengan 1,61.
d) Jika luas area yang diarsir adalah disisi sebelah kanan adalah 0,01 maka luas area dikiri sama dengan 0,99 dan mereprsentasikan persentil ke-99, yang sama dengan 15,1.
6. Diketahui : ;
x = banyak orang yang memilih A dalam sampel 1
y = banyak orang yang memilih A dalam sampel 2
< 7% atau < 7% Setelah digabungkan menjadi -7% < 7% Ditanya : peluang -7% < < 7% Jawab : = = = = = 0,05 Bilangan Z yang perlu adalah : dan = = = -1,4 = 1,4 -1,4 0 1,4 Jika pada tabel, angka 1,4 menunjukan peluang 0,4192. Jadi peluang akan tejadi pada perbedaan persentasi tidak lebih dari 7% yang memilih A adalah = 2 (0,4192) = 0,8384 BAB II DISTRIBUSI FREKUENSI Tujuan Mahasiswa memiliki pemahaman tentang distribusi frekuensi dan tabel/grafik distribusi frekuensi 2.1. Distribusi Frekuensi 2.1.1. Variabel Penelitian Seorang peneliti akan mengadakan penelitian tentang kecerdasan murid-murid dalam berhitung; seorang ahli beton mengadakan penelitian tentang campurancampuran beton, seorang ahli pertanian meneliti benih-benih baru. Kecerdasan, berhitung, campuran beton dan benih-benih baru, itu semuanya merupakan obyek penelitian. Obyek yang diteliti itu disebut variabel penelitian. 2.1.3. Variabel Kontinu dan Diskrit Kalau seorang guru menyelenggarakan penelitian tentang angka rata-rata murid-muridnya dalam berhitung, maka guru tersebut melihat nilai-nilai ujian mereka atau nilai-nilai dalam buku nilai. Nilai dalam berhitung itu disebut nilai variabel. Ada dua macam nilai variabel, yaitu nilai yang bersambung atau kontinu dan nilai yang terpisah atau diskrit. Nilai tinggi orang misalnya, adalah nilai yang kontinu, sebab jika kita sebutkan tinggi si A 165 cm, pada hakekatnya tinggi si A itu tidak mutlak tepat 165 cm, melainkan misalnya 165, 30 cm pada umumnya angka 165 cm, itu ditetapkan untuk mewakili tinggi orang dari 164,50 cm, sampai 165,49 cm. Mereka yang tingginya 165,50 cm sampai dengan 165,49 cm, dicatat 166 cm. Dengan kata lain, angka 0,50 ke atas dibulatkan atas, sedang angka di bawah 0,50 dihilangkan. 2.1.4. Distribusi Frekuensi Tunggal Dalam suatu penelitian tentang kecakapan berhitung, pada Mata Pelajaran Matematikan, siswa kelas 4, 5 dan 6 suatu sekolah yang berjumlah 70 orang, diperoleh nilai rapor sebagai berikut: Melihat angka-angka di atas kita belum dapat memperoleh gambaran apa-apa. Untuk mendapatkan gambaran dan kesimpulan, kita perlu mengatur angka-angka itu menjadi suatu tabel sebagai berikut : + N adalah singkatan dari kata Number, yang berarti jumlah frekuensi variabel Tabel di atas disebut Tabel Distribusi Frekuensi Tunggal. Istilah “Distribusi” digunakan dalam statistika untuk menunjuk adanya (seolah-olah) “Penyebaran” nilai-nilai dengan jumlah orang yang mendapat nilai itu, sedang istilah ”Tunggal” menunjukkan tidak adanya pengelompokan nilai-nilai variabel dalam kolom pertama. 2.1.5. Distribusi Frekuensi Bergolong Hasil-hasil Psikotest dari sebagian calon-calon mahasiswa suatu Fakultas adalah sebagai berikut : Nilai yang tertinggi dari hasil ujian masuk itu adalah 23, sedang nilai terendah adalah tiga. Jika susun tabel distribusi tunggal, maka kita harus membuatnya sepanjang 21 baris (dari 23-3 plus 1). Dengan demikian kita akan menjumpai tabel sebagai berikut : 2.1.6. Beberapa Istilah dalam Distribusi Bergolong Interval Kelas. Tiap-tiap kelompok nilai variabel disebut interval kelas. Dalam Tabel 3.2 di atas kita jumpai ada tujuh interval kelas dengan masing-masing berisi tiga nilai variabel. Interval Kelas biasa disingkat dengan sebutan kelas atau interval saja. Batas Kelas. Batas kelas adalah nilai-nilai yang membatasi kelas yang satu dari kelas yang lain. Nilai-nilai 21 dan 23 pada kelas yang teratas dari Tabel 3.2 itu adalah nilai-nilai yang membatasi kelas itu dari kelas lainnya yang berdekatan. Batas Atas dan Batas Bawah dan batas atas. Kita lihat dalam kolom nilai variabel dalam Tabel 3.2 itu ada dua deret angka-angka batas kelas, deret sebelah kiri dan deret sebelah kanan. Angka-angka batas di deret sebelah kiri ialah angka-angka 21,18,15,21,9,6 dan 3. Angka-angka itu semuanya menjadi batas bawah dari masingmasing kelasnya. Sebab itu angka-angka itu di sebut “Batas bawah” (Lower Limits). Angka-angka dideret sebelah kanan ialah angka-angka 23, 20, 17, 14, 11, 8 dan 5. Angka-angka ini masing-masing menjadi batas kelas, deret sebelah kiri dan deret sebelah kanan. Angka-angka batas di deret sebelah kiri ialah angka-angka 21, 18, 15, 12, 9, 6 dan 3. Angka-angka itu disebut “Batas Atas” (Upper Limits). Batas Semu dan Batas Nyata. Kalau kita letakkan pada garis mendatar kelaskelas dalam Tabel 3.2 itu akan kelihatan sebagai berikut : Nampak kepada kita dari pemeriksaan lukisan di atas bahwa angka 5 dan angka 6 misalnya, bukanlah batas yang nyata antara kelas yang terendah dengan kelas di atasnya. Demikian juga angka-angka 20 dan 21. Lebar Kelas. Kita periksa kembali tabel 3.2 Interval kelas yang tertinggi di tandai dengan angka 21 dan 23. Kedua angka itu sebenarnya hanyalah batas kelas saja (batas semu). Antara keduanya masih ada satu angka lagi, yaitu angka 22. Demikian juga kelas yang keempat dari atas, sebenarnya mengandung angka-angka 3,4, dan 5. Jadi tiap-tiap kelas itu sebenarnya mengandung atau terdiri atas tiga angka. Inilah yang disebut lebar kelas dapat didefinisikan sebagai batas lebar atas nyata dikurangi batas bawah nyata dari kelas-kelas yang bersangkutan. Lebar kelas biasa diberi simbul “i”. Jika orang mengatakan “i” sama dengan tiga, ini berarti bahwa distribusi frekuensi disusun dalam tabel atau grafik yang menggunakan interval kelas dengan isi tiga angka atau nilai dalam tiap-tiap intervalnya. Titik Tengah. Yang dimaksud dengan “Titik Tengah” adalah angka atau nilai variabel yang terdapat ditengah-tengah interval kelas. Jika interval kelas memuat angkaangka 13, 14 dan 15, yang menjadi titik tengahnya adalah angka 14. Jika luas kelasnya genap, seperti 20, 21, 22 dan 23 titik tengahnya adalah separo dari jumlah angka-angka tengah, yaitu 21,5 (dari ½ x ( 21 ditmbah 22). Jumlah Interval . Yang disebut jumlah interval ialah banyaknya interval yang digunakan dalam penyusunan distribusi. Dalam tabel 3.2 diatas jumlah intervalnya ada tujuh. Jarak Pengukuran. Kalau kita mengukur tinggi sejumlah orang, dan kita menjumpai angka pengukuran yang tertinggi 180 cm. Dan angka pengukuran yang terendah, 145 cm, kita mempunyai jarak pengukuran 35 cm. (dari 180 cm, dikurangi 145 cm). 2.1.7. Menetapkan Jumlah Interval Salah satu masalah yang kita hadapi bila kita hendak menyusun tabel dengan interval-interval adalah menetapkan jumlah interval. Penetapan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah faktor-faktor jumlah frekuwensi (N), jarak pengukuran (R), lebar interval yang hendak digunakan (i), dan tujuan penyusunan distribusi itu. Pada prinsipnya jumlah interval kelas janganlah terlalu sedikit, sehingga pola-pola kelompok menjadi kabur. Akan tetapi jumlah interval itu juga jangan terlalu besar, sehingga kita tidak dapat mendapat gambaran tentang pola kelompok. Petunjuk yang mutlak tidak ada dalam hal ini. Tetapi dalam psikologi dan pendidikan dapat kita anut kebiasaan 3 5 6 8 9 11 12 14 15 17 18 20 21 23 mennggunakan 5 sampai 15 interval. Kalau R besar sekali, biasanya orang menggunakan 10 smapai 20 interval. Akan tetapi hal ini tidak boleh diikuti secara membabi buta. 2.1.8. Menentukan Lebar Interval Jika R sudah diketahui dan jumlah interval kelas sudah ditentukan, pada dasarnya i sudah diketemukan. Rumus dari i adalah sebagai berikut : Jadi kalau misalnya hasil pengukuran kita tentang tinggi orang yang tertinggi adalah 180 cm dan yang terendah adalah 145 cm, dan kita telah menetapkan jumlah intervalnya sebanyak 9 buah, maka 2.1.9. Pengertian Distribusi Frekuensi Distribusi Frekuensi adalah penyusunan bahan-bahan atas dasar nilai variable dan frekuensi tiap-tiap nilai variabel itu. Tabel untuk distribusi frekuensi, disebut tabel distribusi frekuensi atau tabel frekuensi saja. Distribusi tunggal adalah distribusi yang tidak menggunakan penggolongan-golongan. Distribusi Bergolong menggunakan interval-interval kelas dalam penyusunannya. 2.2. Grafik dan Tabel Distribusi Frekuensi Terdapat beberapa macam grafik dan tabel distribusi frekuensi. Namun dalam sub ini akan dibicarakan tiga macam yang pokok, yakni Histogram, Frekuensi Poligon, dan Ogive. 2.2.1. Histogram Grafik histogram biasa disebut juga Bar Diagram, yaitu suatu grafik yang berbentuk segi empat. 2.2.2. Poligon Dengan grafik polygon kita dengan mudah dapat membandingkan keadaan distribusi, jika kedua distribusi itu dilukiskan dalam satu grafik. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas pada keadaan sebagai berikut: 2.2.3. Ogive Ogive dapat dibuat baik dari distribusi tunggal maupun dari distribusi tergolong. Di bawah ini diberikan contoh untuk membuat grafik ogive dari distribusi bergolong. BAB III UKURAN STATISTIKA Tujuan Mahasiswa memiliki pemahaman tentang ukuran statistika yang meliputi tendensi sentral, rerata, dan sebaran data. 3.1. Pengukuran Tendensi Sentral Jika dilakukan penelitian terhadap motivasi, pada umumnya dapat diketahui bahwa sebagian besar dari orang yang diteliti mempunyai motivasi yang “normal”. Kemudian jika diambil angka 100 sebagai indeks (ukuran) normalitas, maka sebagian besar orang yang kita selidiki akan mempunyai angka motivasi di sekitar 100. Hanya sebagian kecil saja dari mereka yang angka motivasinya menyimpang jauh dari indeks normalitas itu. Salah satu tugas dari statistika adalah mencari suatu angka di sekitar mana nilainilai dalam suatu distribusi memusat. Angka yang menjadi pusat suatu distribusi disebut “tendensi sentral”. Ada tiga macam tendensi sentral yang sangat penting untuk dibahas, yakni: Mean, Median, dan Mode. Ketiganya mempunyai cara-cara menghitung yang berbeda-beda, dan mempunyai arti yang berbeda pula sebagai alat untuk mengadakan deskripsi sesuatu distribusi. 3.2. Mean Mean berarti “angka rata-rata”. Dari segi aritmetik Mean adalah “jumlah nilainilai dibagi dengan jumlah individu”. Sebagai contoh, ada tiga orang berpenghasilan 10, 15 dan 20 upiah tiap harinya. Rata-rata penghasilan mereka adalah 15 rupiah tiap harinya. Ini dicari dengan cara sebagai berikut : Simbul Σ adalah huruf Yunani yang disebut “Sigma” dan mempunyai arti jumlah. a. Mean yang Ditimbang Jika ada empat orang yang berpenghasilan 10 rupiah, seorang yang berpenghasilan 15 rupiah, dan seorang yang berpenghasilan 20 rupiah seharinya, maka Mean dari penghasilan mereka tidak lagi 15 rupiah, melainkan 12,50 rupiah. Hal ini dapat dicari dengan tabel sebagai berikut : Rumus Mean yang ditimbang adalah sebagai berikut : Diisi dengan bahan-bahan dari Tabel 12 b. Menghitung Mean dari Distribusi Bergolong Sekali lagi perlu diingatkan disini bahwa X adalah mewakili “titik tengah” dari interval kelas dalam distribusi. 3.3. Median Median dapat dibatasi sebagai “suatu nilai yang membatasi 50 persen frekuensi distribusi bagian bawah dengan 50 per sen frekuensi distribusi bagian atas.” Kita misalkan ada distribusi penghasilan dari tujuh orang seperti tersebut dalam tabel dibawah ini. a. Median pada Distribusi dengan Frekuensi Genap Jika suatu distribusi mempunyai frekuensi genap, maka median dihitung secara kom setujumi, yaitu dengan membagi dua nilai-nilai variabel yang ada ditengah-tengah distribusi. Misalkan ada empat orang yang masing-masing mempunyai tinggi badan 162, 162, 164 dan 166 cm, ditambah 164 cm, kemudian dibagi dua. Pemecahan semacam ini sama sekali tidak bertentangan dengan definisi median, sebab angka 163 cm, itu sebagai batas antara tinggi 162 dan 164 cm, membatasi 50 persen frekuensi variabel di bagian atas, yaitu dua orang, dan 50 per sen frekuensi variabel di bagian bawah distribusi, yaitu dua orang. b. Mencari Median dari Distribusi Bergolong Rumus untuk mencari median dari distribusi bergolong adalah sebagai berikut : Dimana : Bb : Adalah batas bawah (nyata) dari interval yang mengandung median Cfb : Frekuensi kumulatif (frekuensi meningkat) di bawah interval yang mengandung median, fd : Frekuensi dalam interval yang mengandung median i : Lebar interval, dan N :Jumlah frekuensi dalam distribusi Penggunaan rumus itu dapat kita lihat dari pekerjaan di bawah ini : Dalam contoh diatas, jumlah frekuensinya (atau N ) ada 55. Kalau ini kita bagi dua hasilnya sama dengan 27,5 itu. Setelah ½ N ini kita ketemukan maka langkah selanjutnya adalah menemukan interval kelas yang mengandung frekuensi kumulatif 27,5 itu, interval kelas yang kita maksudkan adalah 80-84, sebab cf 27,5 terkandung dalam cf 37. Batas bawah (nyata) atau Bb dari interval yang mengandung median itu adalah 79,50. Separo dari jumlah frekuensinya, atau ½ N adalah 55/2, sama dengan 27,50. Frekuensi kumulatif di bawah interval yang mengandung median adalah 24 (24 adalah cf di bawah 37, sedang cf 37 adalah cf yang mengandung median). Frekuensi dalam interval adalah 13, sedang lebar interval atau i-nya ada lima. Diisikan dalam rumus kita jumpai perhitungan sebagai berikut : Jadi, median dari distribusi tersebut 80,5. 3.4. Mode a) Dalam Distribusi Tunggal : Nilai variabel yang mempunyai frekuensi tertingi dalam distribusi; b) Dalam Distribusi Bergolong : Titik tengah interval kelas yang mempunyai frekuensi tertinggi dalam distribusi a. Mode dalam Distribusi Tunggal Jika ada serangkaian nilai-nilai 5, 6, 7, 7, 7, 8, 8, 8, 8, 9, 9, nilai yang timbul paling banyak adalah 8. Nilai 8 itu disebut Mode dari distribusi nilai-nilai itu. Kalau suatu distribusi sudah disusun dalam tabel, maka untuk mencari Mode-nya kita melihat pertama kolom frekuensi. Frekuensi yang tertinggi dari distribusi tersebut adalah 18. Nilai yang mempunyai frekuensi tertinggi itu adalah nilai 7. Jadi yang menjadi modenya adalah nilai 7. b. Tempat Kedudukan Mean, Median, dan Mode dalam Distribusi Tempat kedudukan Mean, Median dan Mode dalam satu distribusi sangat tergantung kepada bentuk distribusinya. Kita ingat kembali ada distribusi yang simetri dan ada yang juling. Jika dari suatu distribusi simetri normal kita hitung mean, median, dan modenya, maka akan kita jumpai sifat yang khas, yaitu bahwa ketiga tendensi sentral itu bersekutu satu sama lain. Hal ini mudak kita mengerti, sebab pada distribusi normal, mean membagi dua sama banyak frekuensi variabel di atas dan dibawahnya. Dengan demikian mean ini mempunyai fungsi seperti median. Karena yang menjadi mode dalam distribusi normal adalah nilai yang ada pada mean, maka dengan sendirinya mode itu bersekutu dengan mean. Jadi pada distribusi normal mean, median, dan mode ketiga-tiganya berimpit. Untuk ilustrasi periksalah grafik 4.1. BAB IV DEVIASI RATA-RATA DAN STANDAR DEVIASI Tujuan Mahasiswa memiliki pemahaman tentang deviasi rata-rata dan standar deviasi 4.1. Pengukuran Variabilitas Ada dua orang atlet loncat tinggi yang sedang dilatih untuk menghadapi kompetisi nasional atletik. Ahmad menunjukkan loncatan yang tidak dipastikan: kadang-kadang dia meloncat setinggi 195, tetapi kadang-kadang dia hanya dapat meloncat setinggi 165 cm. Mahmud, sebaliknya menunjukkan loncatan yang lebih mantap sungguhpun dia tidak pernah meloncat setinggi 195 cm, tetapi dia juga tidak pernah meloncat serendah 165 cm. Paling rendah loncatannya adalah 171 cm, sedang paling tinggi 189 cm. Persoalannya adalah siapa yang akan dimajukan dalam perlombaan kejuaran nasional itu apabila hanya seorang peloncat saja yang diperkenankan untuk dimajukan. Loncatan Ahmad agak jauh dari mean loncatannya, dibandingkan dengan loncatan Mahmud. Dengan istilah statistika dikatakan bahwa loncatan Ahmad mempunyai variabilitas yang lebih besar dari pada loncatan Mahmud. Yang dimaksud dengan variabilitas adalah derajat penyebarannilai-nilai variabel dari suatu tendensi dalam suatu distribusi. Jika dua distribusi, katakana distribusi A dan distribusi B dibandingkan, dan distribusi A menunjukkan penyebaran nilai-nilai variabelnya yang lebih besar dari pada distribusi B, maka dikatakan bahwa distribusi A mempunyai variabilitas yang lebih besar dari distribusi B. Variabilitas ini juga disebut dispersi. Untuk memutuskan apakah Ahmad ataukah Mahmud yang harus dimajukan dalam perlombaan kejuaraan Nasional loncat tinggi, maka pelatih membutuhkan pengukuran variabilitas loncatan kedua orang itu. Ada beberapa macam cara untuk mencari variabilitas. Di sini yang akan dibicarakan hanyalah yang pokok-pokok saja, yaitu Mean Deviation, dan Standard Deviation. 4.2. Deviasi Rata-rata (Mean Deviation) Mean Deviation atau Average Deviation atau Deviasi Rata-rata adalah rata-rata dari deviasi nilai-nilai dari Mean dalam suatu distribusi, diambil nilainya yang absolute. Yang dimaksud dengan deviasi absolute adalah nilai-nilai yang negatif. Secara aritmatika mean deviasi dapat didefinisikan sebagai mean dari harga mutlak dari deviasi nilai-nilai individual. Yang pertama dilakukan alada menghitung Mean, kemudian ditentukan berapa besarnya penyimpangan tiap-tiap nilai dari mean itu. Misalnya, jika seorang mempunyai IQ 110, sedang mean IQ dari grupnya = 100, maka deviasi IQ orang tesebut adalah 110 – 100 = +10. Jika orang lain dalam grup itu mempunyai IQ 85, maka deviasi orang itu adalah 85 – 100 = - 15. Deviasi yang bertanda plus menunjukkan deviasi di atas mean, sedang yang bertanda minus menunjukkan deviasi di bawah mean. Akan tetapi dalam perhitungan mean deviasi tanda minus ditiadakan. Dalam statistika, deviasi diberi simbul dengan huruf-huruf kecil seperti x, y, d, dan sebagainya. Rumusnya adalah x = X – M atau y = Y – M. d = D – M, dan sebagainya. Adapun rumus dari Mean deviasi adalah : 4.3. Standard Deviasi Secara matematik Standard Deviasi dibatasi sebagai “Akar dari Jumlah deviasi kuadrad dibagi banyaknya individu” dalam distribusi. Untuk mencari standard deviasi pertama-tama kita harus mencari mean ini dapat dicari dengan rumus yang sudah kita ketahui : Dengan mengetahui mean ini kita dapat mencari deviasi nilai individual dari mean. Ini dicantumkan dalam kolom kedua. Jumlah deviasi dari mean ini, yaitu Σ, x1 . harus sama dengan NOL. SD kadang-kadang diberi simbul ζ, disebut sigma (dari salah satu huruf Yunani), yang diartikan Standart Devasi 4.3.1. Cara Lain Untuk Menghitung SD Rumus untuk menghitung SD seperti yang telah dibicarakan dimuka adalah rumus yang paling sederhana. Frekuensi dari tiap-tiap nilai tidak akan satu. Melainkan berbeda-beda, bergerak dari bilangan 0 ke bilangan yang tak terhingga. Rumus untuk menghitung SD dari distribusi yang tidak sama frekuensi tiap-tiap nilai variabelnya adalah sebagai berikut : Kedua rumus yang telah kita ketahui itu disebut rumus deviasi. Distribusi demikian karena rumus itu menggunakan deviasi dari mean sebagai salah satu komponennya. Di halaman berikut contoh mencari SD dengan rumus itu. 4.3.2. Rumus Angka Kasar Rumusnya adalah sebagai berikut : Contoh menggunakan rumus tersebut: 4.3.3. Standar Kesalahan Mean Rumus standard kesalahan mean sangatlah sederhana. Rumus itu berbunyi sebagai berikut : Jadi, apa yang harus kita kerjakan untuk memperoleh SDM adalah: pertama, mencari SD dari angka kasar dari sampel kita; kedua, membagi SD itu dengan akar dari jumlah subyek dalam sampel dikurangi satu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar